Rabu, 07 Oktober 2015

"Puncak Suroloyo, Sebuah Keresahan Yang Terobati"




Assalamu’alaikum,
Apa kabar sobat? Baru sempet posting lagi di blog ini setelah beberapa minggu berhibernasi. Nah pada postingan kali ini saya kembali menceritakan pengalaman perjalanan saya, yaah gak tau juga akan bermanfaat atau nggak, yang terpenting saya akan tetap menulis ^^ 

Bulan Agustus lalu saya mendapatkan tugas dari kantor untuk dinas di Kota Jogjakarta, gak lama sih cuma 3 hari saja yaitu dari tanggal 19 – 21 Agustus 2015. Lumayanlah melepas sejenak kepenatan di Ibu Kota, tapi disana juga sebenernya tetep penat sih karena dalam rangka kerja juga,huuft. Aaah setidaknya ada suasana barulah ya,hehehe.

Perjalanan dinas keJogja tidak saya lakoni sendirian, tapi bersama 1 orang senior saya yang kebetulan menjadi program manager. Disana akan diselenggarakan pelatihan program sinergi kemitraan BUMN. Tapi kalau di Jogja cuma dalam rangka kerja doang kayaknya kurang seru, lalu saya putuskan untuk stay di Jogja 2 hari lagi karena kebetulan acara selesai pada hari Jumat, jadi saya punya waktu Sabtu dan Minggu untuk backpackeran (yeeeeaah).

1 hari sebelum berangkat ke Jogja, saya menyempatkan browsing2 lokasi wisata alam keren di Jogja (backpacker mode on). Ada sih beberapa yang menarik, contohnya wisata Gunung Merapi, Gua Pindul, Kali Biru, Borobudur, dan masih banyak lagi yang semuanya bikin saya bingung karena saya emang belum pernah backpackeran ke Jogja,hahaha (kan katro kan). Tapi saya kan juga harus memperhatikan jarak tempuh, perbekalan baju ganti, tempat menginap, dan yang terpenting fulus,hehehe.

Akhirnya ada lokasi wisata alam di Jogja yang mengundang rasa penasaran saya dan tidak sebegitu mainstream, namanya Puncak Suroloyo. Terletak di Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kulonprogo, Jogjakarta. Setelah googling di yahoo (bingungkan) mengenai lokasi ini, saya semakin penasaran, karena dari literatur yang saya baca bahwa lokasi ini mempunyai nilai sejarah yang erat kaitannya dengan keraton kesultanan Jogjakarta. Selain itu dari lokasi ini pula konon kita akan disuguhkan 4 keajaiban alam Gunung yang bisa dinikmati dalam 1 pandangan yakni Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing (amazing kan bro).

Pokoknya Puncak Suroloyo adalah lokasi yang pas untuk dikunjungi mengingat sumberdaya yang saya miliki. Kalau di narasikan dalam sebuah pribahasa bunyinya “Sekali mendayung, 2 hingga 3 pulau terlewati“, dan yang sudah saya modifikasi bunyinya menjadi “ Sekali berkunjung, 4 keajaiban alam bisa dinikmati“ ini apa sih maksain banget pribahasanya,hahaha. Tapi saya juga belum tau sih kendaraan apa yang menuju lokasi tersebut (mikir). Jarak dari kota Jogja menuju Puncak Suroloyo terbilang juga tidak terlalu jauh, hanya berkisar 2 jam perjalan. Buat saya sih gak terlalu jauh ya, soalnya dari rumah saya di Bekasi ke Jakarta aja bisa sampai 2,5 jam kalau pagi hari, jadi 2 jam masih cemenlah,hihihi. 

Sesampainya di Jogja, pelatihan pun dimulai hingga 3 hari lamanya. Selama pelatihan, saya terus kepikiran cara menuju Puncak Suroloyo, akhirnya saya langsung menghubungi teman saya ketika dulu Mahasiswa masih sama-sama di Organisasi Pertanian Mahasiwa tingkat Nasional. Dan Alhamdulillah dia punya waktu untuk mengantar saya ke Puncak Suroloyo, mengingat orang yang satu ini super sibuk, saking sibuknya sampai2 lupa sama rumahnya sendiri,hihihi, dan kebetulan sebagai pemuda Jogja dia juga belum pernah ke Suroloyo (saking sibuk katanya). Nama pemuda tanggung ini adalah Uun, nama yang singkat, padat, jelas, dan ngirit kan,hahaha.

Akhirnya hari backpackeran saya pun tiba, saya bertemu dengan Uun di hotel tempat saya menginap selama tiga hari. Selama tiga hari di hotel, saya seperti di karantina. Ahhhh…rindu rasanya lidah ini dengan indomie rebus plus telur dan teh manis hangat. Saya menunggu Uun di lobby hotel, dan sosok pemuda ini pun akhirnya tiba dengan style yang dari dulu tidak pernah berubah dengan badan kurusnya, sederhana tapi metal, nah gimana itu ya?hihihi. Kangen juga dengan anak ini, karena sudah 6 tahun kami tidak berjumpa, komunikasi selama ini hanya lewat sosmed. Sebelum berangkat, kami sempatkan mengobrol ngalor ngidul mengenai aktifitas kami, karena waktu masih pukul 10, jadi saya masih punya waktu 2 jam sebelum benar2 keluar dari hotel tersebut (mayan sekalian ngadem).    

1 jam lamanya kami mengobrol, akhirnya kamipun siap2 berangkat. “Numpak opo nang Suroloyo Un?”, Tanya saya kepadanya, ya kami sering berkomunikasi dengan bahasa jawa, walaupun saya agak kaku lidah ketika berkomunikasi dengan bahasa jawa, tapi saya sok cool aja deh,hihihi. Sebagai pemuda dari Jawa Tengah, saya harus melestarikan bahasa jawa biarpun terkadang di mix dengan bahasa Indonesia. “ Wes numpak motorku wae lah, tapi ayo nggolek mangan ndisek yo nang UGM “, jawabnya. “ yowes aku manut koe wae “ (btw ngerti kan ya artinya),hihihi.

Kamipun menuju kantin UGM tempat dimana Uun “PUAS” mengenyam pendidikan,hihihihi. Menu siang itu saya memesan sate jamur dan es campur, karena siang itu cuaca cukup terik. Selesai makan, kamipun bergegas berangkat, Suroloyo…wait us!! Dalam perjalanan kami juga tetap bercerita tentang pengalaman2 kami selama ini dan tentunya tentang percintaan kami, bukan tentang percintaan saya dan Uun lho ya, hiiiiiiii….amit2.

Perjalanan menuju Suroloyo barulah mulai memasuki Jogjakarta pinggiran, saya disuguhkan pemandangan yang menyejukkan mata, persawahan, ladang, sungai, ahhhh…semuanya kereeeen, dalam hati saya berkata ini Jogja yang saya cari, sebuah kearifan lokal alam yang harus tetap lestari. Setelah 1 jam perjalanan kamipun berhenti di salah satu masjid untuk sholat Dhuzur sekaligus kami bertanya kepada warga sekitar lokasi Puncak Suroloyo. Setelah sholat dan mendapatkan informasi yang cukup jelas, kami kembali melanjutkan perjalanan. “ Arep gentenan pora Un, koe capek gak ? “, saya menawarkan kepada Uun agar gantian mengendarai motornya. “ Wes gak usah, aku wae, mengko koe mulihe wae yo “, jawabnya. “ Sip..yuuuk wes mangkat “.

Seingat saya, hanya ada 1 penunjuk arah yang menunjukkan lokasi Puncak Suroloyo dari jalan utama, namun dari jalan utama tidak ada plang yang menunjukkan arah ke lokasi, kami hanya mengandalkan informasi dari warga yang kami tanyai tadi. Dari jalan utama masih harus masuk lagi ke perkampungan warga dan jalannya tidak terlalu besar, bahkan jika ada 2 mobil yang berpapasan di jalan tersebut harus ada yang mengalah. Kamipun sempat ragu apakah benar ini jalannya atau bukan, kamipun kembali bertanya kepada warga yang kebetulan lewat, dan ternyata memang benar inilah jalan menuju Puncak Suroloyo, Alhamdulillah…lanjut Mas Bro.




Perjalanan ke lokasi harus ekstra hati-hati, karena jika meleng sedikit saja tebing-tebing curam bisa jadi area landing, jangan sampelah ya, bismillah. Beberapa saat kemudian, hamparan bukit-bukit nan hijau mulai tampak dan sudah jarang rumah penduduk. Saya kebelet pengen buang air kecil dan akhirnya kami menemukan warung, yang membuat menarik dibelakang warung ini terdapat bukit batu yang cukup tinggi dan ada tulisan di papan dengan ukuran sedang “Lokasi Pendakian Gunung Kendil“. Kamipun mencari informasi terkait bukit batu tersebut kepada pemilik warung, beliau bilang gunung kendil ini adalah puncak tertinggi dibanding Puncak Suroloyo.

Karena penasaran, saya dan Uun sepakat untuk naik ke Gunung kendil. Namun sebelumnya saya harus buang air kecil, namun sayangnya sang pemilik warung tidak mengijinkan saya untuk buang air kecil di kamar mandinya, mengingat sulitnya mendapatkan air dilokasi tersebut. Terpaksa saya tahan dulu saja dan menyelesaikannya entah dimana. Uun menitipkan motornya di warung tersebut dan kami mulai mendaki Gunung Kendil. Permukannya cukup curam dengan tanah berdebu dan berpasirnya. Harus berhati-hati menandakinya, karena tidak ada pegangan apa2, selain itu saya meminta Uun untuk jalan terlebih dahulu karena debu2 tanah yang beterbangan setelah dilewati Uun, sayapun menyempatkan buang air kecil di semak2 saja karena sudah tidak tahan lagi (Uun bilang, jika sudah di alam, kita harus ikhlas dan nerima saja kondisinya, intinya mau kencing atau pup ya monggo),hihihi.


Mendaki Gunung Kendil

Mendaki Gunung Kendil tidak membutuhkan waktu yang lama, hanya sekitar 30 menitan bahkan kurang dari itu kami sudah tiba di puncak. Sesampainya di puncak Gunung Kendil, saya langsung teringat dengan ayat dalam surat Ar-Rahman “Nikmat Tuhanmu Mana Lagi Yang Kamu Dustakan”. MasyaAllah indah banget pemandangan dari sini kawan, ternyata benar apa yang dibilang oleh Ibu pemilik warung kalau Gunung Kendil adalah lokasi tertinggi dibanding Puncak Suroloyo, dari atas sini saya bisa melihat Puncak Suroloyo yang ditandai dengan adanya pos pantau, dan kalau ditarik garis lurus ternyata Gunung Kendil memang lebih tinggi.


 Pada arah jam 12 terlihat pos pengamatan Puncak Suroloyo




Di atas Puncak Gunung Kendil, saya dan Uun duduk menikmati pemandangan siang hari yang cukup terik, namun hal itu tidak membuat saya ingin buru2 untuk turun. Oya puncak Gunung Kendil tidak luas, kemungkinan hanya berdiameter 5 m, dan kebetulan sedang tidak banyak pengunjung yang mendaki lokasi ini, namun ternyata ada anak-anak kecil yang berjumlah 5 orang naik juga ke puncak Kendil. Mereka bermain-main di atas sini tapi mereka malu-malu saat saya ajak ngobrol (bukan malu sepertinya, tapi mereka bingung mau jawab apa, lha wong saya nanya pake bahasa Indonesia),hihihi. Mereka membuat pesawat-pesawatan dari kertas dan menerbangkannya dari Puncak Gunung Kendil, sekilas saya teringat masa kecil saya…hmmmm setidaknya masa kecil saya masih ada permainan2 klasik seperti yang dimainkan bocah2 tersebut.




 Pemandangan dari atas Gunung Kendil

Inilah sosok pemuda legendaris bernama Uun (ada yang berminat menjadi makmumnya) ^^
 

Setelah hampir 1 jam berada di puncak Gunung Kendil, akhirnya kamipun turun dan melanjutkan tujuan kami ke Puncak Suroloyo yang letaknya tidak jauh lagi. 5 menit perjalanan dari Gunung Kendil, akhirnya sampai juga kami di lokasi yang menjadi tujuan kami. Di pintu masuk Puncak Suroloyo kami disambut dengan 4 patung besar punokawan. Pada saat kami tiba, lokasi ini terbilang sepi pengunjung, terlihat dari kendaraan yang terparkir bisa dihitung dengan jari. Tapi entah kenapa ada perasaan yang aneh ketika saya sampai di lokasi ini, entahlah…


 4 patung Punokawan


Menuju puncak Suroloyo tidak ada tiket masuk alias gratis, paling hanya membayar biaya parkir saja. Saya dan Uun langsung menuju tangga pendakian Puncak Suroloyo. Ketika Menaiki tangga menuju Puncak Suroloyo, ingin rasanya saya menghitung anak tangganya, tapi saya baru ingat ketika saya sudah sampai di pertengahan,hihihi. Namun rasa kesal dan geram saya rasakan ketika banyak sekali corat coretan di tangga dari tangan-tangan alay F**K!! Hal ini dikarenakan minimnya pengawasan dari pihak pengelola dan tidak adanya peringatan yang dipasang agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang, huuufft...




    Coretan di tangga menuju Puncak Suroloyo

Sesampainya di puncak Suroloyo kembali saya merasa kecewa, banyak sekali coret-coretan dan terlihat seperti tempat yang tidak terurus. Di atas sini hanya ada beberapa pemuda tanggung sedang selfie2 (hiiii...geli) dan pasangan yang sedang pacaran (Foto tidak saya tayangkan demi kenyamanan pembaca ^^). Saya dan Uun malah bingung mau apa di atas sini. Pemandangan pada saat itu tertutup kabut, sehingga 4 keajaiban alam yang sudah saya nanti-nantikan dari Jakarta sama sekali tidak terlihat dari atas sini (semakin bete). Saya hanya menggerutu saja tapi tetap berusaha menikmati setiap keindahan yang bisa saya lihat dari atas sini. 


 Kondisi Puncak Suruloyo


 Ceritanya lagi bete, huuuh...



 Sebuah Patung Arca yang masih terjaga (belum di coret2 alay)


 Gundukan Bukit paling kanan adalah Puncak Gunung Kendil


Berbeda ketika di Gunung Kendil, di Puncak Suroloyo saya malah ingin buru-buru turun. Mungkin inikah perasaan yang membuat saya tidak enak tadi. Akhirnya kami kembali turun dan kami bertemu dengan 7 orang pemuda pemuda tanggung yang baru akan naik. Ternyata mereka adalah Mahasiswa dari BEKASI yang kebetulan sedang berlibur ke Jogjakarta. 

"Mas puncaknya masih jauh gak? ", tanya salah seorang dari mereka kepada saya.
"Nggak kok, paling 10 menitan lagi sampe ke atas, tapi lagi kabut jadi gak bisa ngeliat pemandangan", jawab saya sambil sedikit curhat,hihihihi.
"Waduuh yaaah sayang2 banget udah jauh2 kesini mas". kata seorang lagi.
"Gak apa2 naik aja dulu, biar gak penasaran", saya meyakinkan. "Emang asalnya dari mana?", tanya saya. 
"Bekasi Mas, mas dari mana?", jawab mereka serempak.
"Beeeuh lah sama kita dari Bekasi juga (logat Bekasi saya keluarkan)",hahaha.
"Waahhh kebetulan banget, mas nanti ke jogja kotanya bareng ya, kami gak tau jalan, tadi juga kesini sewa motor mas", pinta mereka.
"Oke kita tunggu di bawah ya", jawab Uun.

Sesampainya di bawah, saya dan Uun beristirahat di warung kopi dekat parkiran. Uun membeli secangkir kopi yang konon khas Suroloyo, sementara saya menikmati secangkir teh dan pop mie hangat, ahhh nikmatnya menikmati sajian sederhana ini menjelang senja. Akhirnya sekelompok 7 manusia harimau tadi sudah turun dan menghampiri kami. Ngobrol2 sebentar dan kami lanjutkan perjalanan pulang ke Jogja kota. Mengingat jalan yang minim penerangan, maka kami putuskan berangkat sebelum gelap. Kali ini saya yang mengendarai motor dan baru kali ini saya menikmati sensasi berkendara motor di kota ini (kembali katro).

Perjalanan saya ke Puncak Suroloyo bisa dibilang bukanlah waktu yang pas, karena pemadangan keren dari atas Puncak sulit untuk ditemukan jika di musim kemarau. Lain hal jika musim penghujan, pemandangan akan terlihat bagus dan ke 4 keajaiban alam tersebut dapat terlihat dengan jelas, bahkan Candi Borobudurpun juga akan terlihat, itulah yang dikatakan tukang parkir bersahaja yang tidak mau diberikan uang parkir lebih tersebut.

Paling tidak, kekecewaan saya di Puncak Suroloyo terobati dengan pemandangan dari Gunung Kendil yang masih alami, belum ada coret-coretan dari alay2 tidak bertanggungjawab. Saya sangat berharap semoga Puncak Suroloyo lebih diperhatikan serta ditingkatkan dari segi kebersihan, kenyamanan, dan pengawasannya. Bukan hanya untuk pengelola, tapi untuk kita semua yang memiliki visi misi yang sama dalam melestarikan alam dan cagar budaya. 

Untuk siapapun anda yang membaca postingan ini, mudah2an anda bukan termasuk orang yang suka corat coret di lokasi wisata alam manapun. Namun jika iya, maka sadar dan bertobatlah ...^^

Terima kasih sobat

Selasa, 11 Agustus 2015

Gowes ke Danau Cibereum Bekasi, Keindahan Alam di Tengah Himpitan Pembangunan





Gowes atau bersepeda adalah salah satu aktifitas yang saya gemari sejak kecil. Ketika masih tinggal di Jakarta, setiap hari Minggu saya rutin mengikuti Car Free Day di Bundaharan HI, setelah pindah ke Bekasi hampir 2 tahun lalu, saya gak mau kehilangan hobby bersepeda saya. Sayapun mencari spot-spot kece untuk bisa menyalurkan hobi saya tersebut. Dan alhamdulillah, Bekasi punya banyak trek yang membuat saya bedecak kagum, salah satunya adalah Danau Cibereum (ceritanya mulai cinta sama Bekasi) ^^
  
Banyak sih danau di Bekasi yang sudah saya liat, tapi kalau saya bilang itu bukan danau, lebih seperti empang atau kubangan mandi kerbau kayaknya,hihihi. Tapi yang ini beda sob, Danau Cibereum adalah danau alami yang konon sudah ada sejak jaman kompeni Belanda. Danau ini berada di dekat perumahan elit Grand Wisata Bekasi. 

Berdasarkan literatur dan hasil kepo saya terhadap warga sekitar danau, dulunya danau ini menjadi penopang hidup warga mulai dari menjala ikan, keramba apung, dan sebagai sarana irigasi pertanian. Luas danau ini konon mencapai 38 ha, namun keberadaannya sekarang sudah terhimpit pembangunan besar-besaran perumahan Grand Wisata. Luas danau Cibereum saat ini hanya sekitar 2 ha saja. Lokasi ini juga kerap dijadikan ajang berkumpulnya para pegowes di sekitar bekasi ataupun masyarakat yang ingin berwisata murah meriah. Bahkan beberapa waktu lalu danau Cibereum dijadikan spot Pekan Olahraga Daerah Pemerintah Kota Bekasi dalam ajang olahraga ski air. 


Olahraga Ski Air di Danau Cibereum (foto dari Tribunnews)
 
Rumah saya berada di Kampung Kelapa Dua, Padurenan Mustika Jaya Bekasi, membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam untuk sampai ke Danau Cibereum menggunakan sepeda. Biasanya saya melewati jalan kampung ketimbang harus melewati perumahan grand wisata. Bagi sobat yang berada dikawasan Tambun, lebih dekat ambil jalan arah Mustika Jaya dan masuk lewat Gerbang Grand Wisata, atau yang dari Jakarta bisa exit di gerbang tol Tambun - Mustika Jaya - Grand Wisata.



 Ilalang yang tinggi seperti di filem2 India ^^


 Lahan yang Digunakan warga sekitar untuk bercocok tanam



 
(Foto di atas saya ambil pada akhir tahun 2014). Lokasi Danau Cibereum memang sangat dekat dengan hamparan lahan yang belum dipergunakan milik pengembang properti. Beberapa lahan ada yang digunakan warga sekitar untuk bercocok tanam. Bahkan ada komunitas motor trail dan mobil off road menggunakan lahan dengan kontur yang berkelok dan cukup terjal ini sebagai arena memacu kendaraannya.







Berbeda dengan kondisi awal saya ke Danau Cibereum, semenjak awal tahun 2015 jalan utama danau Cibereum sudah di perbaiki, jadi tidak perlu becek2an lagi ketika hujan turun. Dan buat sobat yang merasa lapar dan haus sehabis gowes, gak perlu khawatir karena disini sudah banyak penjual makanan dan minuman yang siap mengisi perut sobat. Yang terkenal disini ada warung yang menjual Toge Goreng dan Wedang Jahe, warung tersebut yang paling ramai di kunjungi oleh para goweser. Toilet juga tersedia disini dan yang terpenting, toiletnya bersih dan gak mau pesing sob,hehehe. Terus buat sobat yang ingin membeli aksesoris sepeda, disini juga ada kok dan lengkap lho mulai dari helm, kaos, velg, bel, dan masih banyak lagi.


 Buat saya ini yang THE BEST, kenyang iya kembung iya, ayeeay...


 Jaring teros Be jaring....


Rasa capek setelah gowes terbayarkan ketika sampai ditempat ini, beristirahat di saung-saung pinggir danau Cibereum sambil menikmati kelapa muda dan menghirup udara yang masih segar di pagi itu, ahhh...semakin cinta saya dengan kota yang baru saya tinggali ini. 




Tapi ada yang mengusik hati saya ketika minggu kemarin saya mengunjungi lokasi ini, beberapa bulan tanpa hujan, hamparan lahan dengan ilalang hijau tingginya tersebut menjadi kering dan gersang. Tanah berdebu juga sangat tebal hingga saya harus menggunakan masker. Dan yang membuat saya agak sedih, pembangunan perumahan sudah mulai dilakukan di lahan tersebut, sudah banyak truk-truk besar dan traktor yang semakin menambah kegersangan tempat tersebut. Tidak ada lagi terlihat Pak Tani yang menyiram lahan palawijanya, tidak ada lagi deru motor dan mobil off road yang memacu kendaraannya, dan tidak ada lagi ilalang hijau tinggi seperti di film india.

Namun setidaknya Danau Cibereum masih dan harus tetap terjaga kelestariannya. Karena bisa jadi inilah " Oase of Hope " bagi saya dan para goweser lainnya serta masyakarat yang masih ingin menikmati keindangan alam di tengah himpitan pembangunan...  

  

Kamis, 06 Agustus 2015

Taman Wisata Muara Angke "oase" di tengah "gurun" Ibukota (Part 2)





Assalamu'alaikum.

Seperti yang sudah saya janjikan sebelumnya, bahwa saya akan kembali menceritakan perjalanan saya ke Taman Wisata Muara Angke, tapi maap ni sob baru sempet posting sekarang, maklum terlalu sibuk memikirkan masa depan bersamamu..iyaaa kamu,hihihi. Sampe mana ya kemarin? hmmmm...oiya sampe dimana akhirnya kami salah alamat. Ternyata lokasi yang kami kunjungi adalah Suaka Margasatwa Muara Angke yang lebih mirip lokasi pilem Jurrasic World setelah di amuk oleh Indominus Rex,bhahaha.

Setelah mendapat pencerahan dari satpam tempat kami menitipkan motor di ruko Mediterania, maka kami melanjutkan perjalanan menuju lokasi yang menjadi tujuan kami. Pak Satpam bilang nanti patokannya itu ketemu Rumah Sakit Pantai Indah Kapuk dan Yayasan Tzu Chi. 

Ket : SMMA (Suaka Margasatwa Muara Angke)
 HWAMA (Hutan Wisata Alam Muara Angke atau Taman Wisata Muara Angke)


Yayasan Tzu Chi (berasa ada di Cina)

Nah kata Pak Satpam, kalau udah ketemu yayasan Tzu Chi ini berarti udah deket. Ini sumpah yayasan atau sekolah beneran luas banget, bangunannya juga gede-gede, terus terus bangunannya pake marmer semua sob (kan kan norak banget kan), dan banyak pemuda pemudi tanggung yang foto2 dihalamannya (biar dikira di cina),hihihi. Dan benar saja letak Taman Wisata Muara Angke atau Angke Kapuk berada di belakang Yayasan Tzu Chi ini...alhamdulillah...

 Welcome to the sanctuary "Mangrove Forest" of hope 
 
Nah sebagai bahan informasi dan pertimbangan, berikut biaya yang harus dikeluarkan sobat untuk menikmati keindahan Taman Wisata Muara Angke :

Tiket Masuk


  • Tiket masuk turis lokal: Rp 25.000/orang (jangan sampe ilang sob, soalnya akan diminta di pos pemeriksaaan)
  • Tiket masuk turis asing: Rp 125.000/orang (hmmm...mahalin dikit lagi dong ah, lumayan buat nambah devisa negara,hihihi)
  • Parkir sepeda motor: Rp 5.000/unit (ini juga jangan sampe ilang ya, nanti akan diminta sama abang2 parkirnya)
  • Parkir mobil: Rp 10.000/unit (sama)
  • Parkir bus: Rp 50.000/unit (ini jangan sampe ilang bisnya sob, kagak bisa pulang nanti,wkwkwkw)
  • Kamera selain kamera ponsel: Rp 1.000.000 (ini yang agak aneh, katanya sih biar gak dikomersilin gtu, hmmm...garuk2 kepala, tapi kamera hp sekarang juga bagus2 kok, silahkan foto-foto sampe mblenger ya,hehe).
Buat sobat yang mau berkeliling area dengan menggunakan perahu atau kano, disini juga ada kok, tapi saya gak tau harganya, soalnya emang gak sempet naik karena waktu yang sempit (alesan aja padahal lagi bokek). Buat yang mau menginap juga ada kok villa2 kecil yang kece, pas banget buat pasangan2 muda yang sudah nikah lho ya, cocok juga buat alternatif bermadu bulan (soalnya saya belum paham inti berbulan madu) hahaha.
Berbeda dengan di Suaka Margasatwa Muara Angke, di Taman Wisata Muara Angke ini saya melihat hamparan hijau tanaman mangrove seakan melambai memanggil saya dan hijau jernihnya air yang bersih tanpa sampah, membuat saya langsung ingin berlari-lari slow motion macam di film india menuju.....toilet, ya toilet...karena selama perjalanan saya menahan pipis (duuuh maap ya pembaca kalau jd ilfil,hihihihi).

 Keren kan penginapannya? tapi jangan lupa bawa obat nyamuk tapi yaak,hihihi.

Profil Sang Jagoan


 Buat yang mau sholat, ada masjid yang nyaman dan sejuk banget sob, alhamdulillah...


Coba gang-gang di Bekasi kayak gini semua ya, syurga dunia banget ^^


Buat saya, Taman Wisata Muara Angke layak banget buat dikunjungi khususnya bagi sobat yang rindu akan kelestarian alam. Meskipun pada saat itu lagi panas-panasnya ni sob (maklumlah namanya juga dekat pesisir pantai), tapi coba deh berteduh di bawah rindangnya pohon Mangrove, pejamkan mata sejenak, tarik nafas perlahan, rasakan ketenangan hati serta pikiran untuk waktu beberapa menit saja. Kipas angin atau AC paling mahal didunia ini, KALAH!! u have to try guys, trust me ^^
Demikian perjalanan saya di Taman Wisata Muara Angke, maaf kalau foto-fotonya tidak lengkap ya sob, untuk lebih jelasnya silahkan sobat datang dan nikmati sensasinya. Terima kasih buat sahabat2 saya yang telah rela menghabiskan waktu berharganya nemenin saya keluyuran panas-panasan,hihihi. you're the best guys...  


Jangan kapok ya guys ^^


untuk siapapun yang menanam pohon 
dimana aku bisa berteduh dibawah kerindangannya...
aku ucapkan jutaan terima kasih sobat,
karena telah membantu Sang Pemilik Syurga
untuk menghadirkan syurga kecil-Nya didunia...

Kamis, 30 Juli 2015

Bukti Cinta di Gunung Munara, Bogor

Assalamu'alaikum.

Postingan kali ini saya ingin menceritakan perjalanan saya ke Gunung Munara, Rumpin, Bogor. Lebih tepatnya masih tergolong sebagai bukit, tapi penduduk sekitar menyebutnya Gunung Munara dan telah diresmikan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sebagai salah satu situs peninggalan bersejarah. Pasti pada penasaran kok ada bukti cintanya segala sih ditempat ini? apa dulu saya pernah punya hubungan khusus dengan anak gadis kuncen gunung munara terus cinta bersemi kembali ketika saya kesana? atau saya pernah jatuh cinta sama kuncennya? (makin ngawur),hihi. Simak aja yuuk sob....cekidot

Perjalanan ini saya laksanakan pada hari Minggu tanggal 26 Juli 2015. Rencananya saya akan berangkat kesana bersama 3 orang teman saya, 2 orang lainnya menunggu di Depok. Saya berangkat pukul 7 pagi bersama Oki, teman saya yang juga tinggal di Bekasi (plis ini kota ya bukan planet lagi). Pagi itu jalanan masih cukup lengang, kami pun menyempatkan untuk sarapan bubur ayam terlebih dahulu mengingat perjalanan kami ke lokasi cukup jauh dan melelahkan pastinya. 

Setelah sarapan, saya yang kebagian shift pertama mengendarai motor langsung tarik gas menuju lokasi. Dalam hati saya berkata, "cantik, tunggu mas disana ya", (makin penasaran kan),hihi. Untuk menuju ke Gunung Munara, dari Bekasi kami mengambil arah Jatiasih, lalu keluar di Pasar Rebo, ambil arah Ciputat, lalu ke Parung, ikuti arah Rumpin terus sampe deh. Secara teori kelihatannya mudah dan cepet kan sob? tapi seperti biasa, bukan Wahyu namanya kalau gak nyasar, itu realitanya, bhahaha. 

Luar biasa, perjalanan dari Bekasi ke Parung kami tempuh hanya dalam waktu 1,5 jam, tapi itu baru sampe pasar Parung yang menjadi patokan kami menuju Gunung Munara. Dari pasar Parung, kami bertanya kepada salah satu centeng pasar (karena gayanya yang mirip preman), tapi Alhamdulillahnya si Bapak centeng ini baik lho, beliau memberikan arahan dengan logat khas sundanya (terima kasih arahannya Pak, tetaplah menjadi centeng pasar yang syariah dan berbudi pekerti luhur) ^^. Eh iyaaa...ada yang terlewatkan, ternyata 2 orang teman kami yang tinggal di Depok dan katanya akan menyusul, ternyata tidak jadi ikut, karena mereka baru bangun tidur ketika kami sampai di pasar Parung (alesan klasik lo, ahhh payah payah).

Perjalanan kami lanjutkan mengikuti arahan si Bapak centeng pasar tadi. Untuk lebih menambah keyakinan kami soal lokasi Gunung Munara, saya meminta Oki untuk melihat google maps, "Ki coba ente buka google maps, bener gak yang Bapak tadi bilang", pinta saya. "Siap lim, ini lagi ane liat", jawab oki. Lim? Ane Ente? (ini kayak 2 orang anak pesantren kilat yang gak lulus)hahaha. Hmmm...sedikit cerita saja, Oki adalah teman saya dari SMA, saya biasa di panggil Alim oleh teman2 SMA saya berhubung pada zaman itu ada 2 orang nama Wahyu, tapi teman2 tau kok mana Wahyu yang terawat dan Wahyu yang tidak terawat (membetulkan kerah baju),hihi. Dan kenapa kami pake bahasa ane ente, itu karena pas SMA Oki adalah ketua Rohis dan saya adalah wakilnya, budaya anak rohis pada zaman itu ya manggilnya pake ane ente (berasa di Arab kan? Arab maklum) bhahaha. Sudah sudah kita masih belom sampe nih, lanjut lagi sob...

Bapak tadi bilang kalau kami akan bertemu dengan 2 perempatan, nah diperempatan kedua itulah yang akan mengarah ke Rumpin, Gunung Munara. Namun kami belum menemukan perempatan yang pertama, saya bertanya sama Oki "Ki ini mana perempatannya?", saya mulai gusar karena belum ketemu perempatan. "ini ane liat google maps masih jauh lim ke perempatan yang pertama". "Lah emg jaraknya berapa jauh lagi sampe ke Gunung Munara?" tanya saya yang semakin gusar, dan Oki pun menjawab tenang, "20 KM lagi lim ini di google maps terus kisaran waktunya 1,5 jam lagi", WHAAAAAAAAAT....!!! saya langsung turun dari motor dan menembakkan suar tanda bahaya yang bergambarkan kapak besar di angkasa (biar kayak film Kungfu Hustle). 

Tak percaya sayapun melihat gadget Oki dan benar saja, tujuan ke Gunung Munara masih 20 KM lagi dengan jarak tempuh 1,5 jam. Tapi bubur sudah menjadi nasi (eh kebalik), masak mau balik lagi, akhirnya kami lanjutkan perjalanan kami menuju Gunung Munara. Dalam perjalanan, ternyata tidak terlalu membosankan, wilayah ini biarpun agak masuk ke dalam namun sudah ramai seperti halnya jalan rumah saya di Bekasi (hayoo jgn buat opini macem2),hihi. 

Di sela-sela perjalanan, kami melihat ada beberapa muda mudi menaiki sepeda motor yang sepertinya juga akan menuju kesana, terlihat dari style berbusaha yang mereka kenakan seperti : sepatu gunung, tas carrier kecil, tiker, rantang makanan, aqua, mizone, popmie (ternyata mereka ingin jualan disana) wkwkwkwkwk. Kamipun ikut konvoi mereka saja biar gak nyasar, tips aman nih sob, catat ya! amati dan ikuti, ayeeeey...^^ 

Oiya bagi sobat yang ingin ke Gunung Munara menggunakan sepeda motor, sobat KUDU/WAJIB/FARDHU AIN untuk mengenakan masker, karena di musim kemarau seperti sekarang ini kondisi jalan sangat berdebu dan juga sobat harus ekstra hati-hati dalam berkendara dikarenakan kondisi jalan banyak yang rusak dan berlubang. Maklum saja, truk-truk besar yang membawa pasir dan batu setiap hari melewati jalan ini.

 Kondisi jalan menuju Gunung Munara

Kami masih mengikuti konvoi pemuda pemudi tanggung ini hingga akhirnya saya agak geregetan karena mereka terlalu lambat mengendarai motornya. "Udah ki kita duluan aja ya, mereka lama banget jalannya", tegas saya. "oke lim kita ikutin google maps aja", Oki setuju. Tak lama berselang setelah meninggalkan konvoi tadi, kami mulai menemukan hamparan luas yang sangat memanjakan mata biarpun pada saat itu kondisi sedang panas dan masih berdebu. Dari kejauhan kami melihat sosok bidadari kece yang banyak orang menyebutnya si Muncung.

  Halo Muncung keceee ^^

Muncung adalah gunung batu yang menjadi salah satu ikon background favorit para fotografer untuk mengambil gambarnya dari puncak gunung Munara. Dengan melihat Si Muncung, senyum lebar langsung terselip dalam perjalanan kami. Saya pun bilang kepada Oki, "Kita hampir sampe ni Ki", tegas saya sambil tersenyum. Dan kami sampai di jalan masuk menuju Situs Gunung Munara (saya tidak sempat foto plang dengan kondisi yang sekarang, foto ini saya ambil dari google). 

 Jalan masuk menuju Situs Gunung Munara

Jalan masuk ke dalam terbilang kecil, hanya pas sekali untuk 1 mobil saja, bahkan mobil yang agak lebar kemungkinan tidak bisa masuk ke jalan ini. Tapi di sela-sela rasa gembira itu Oki bilang, "Lim...lim..kayaknya bukan ini deh tempatnya, di google maps perjalanan kita masih 30 menitan, lagi juga itu jalan masuknya kecil, mobil juga gak bisa masuk situ", jelas Oki pada saya. "Iya juga sih ki, yudh kita ikutin google maps aja yaak", saya pun setuju untuk melanjutkan perjalanan mengikuti arah google maps. Dengan hati yang masih ragu, motor saya melaju tidak secepat tadi, sesekali saya melihat kaca spion berharap konvoi pemuda pemudi tanggung tadi juga ikut ke arah kami.

"Ki, orang-orang yang tadi bareng kita kok gak muncul-muncul ya, apa jangan-jangan bener yang tadi tempatnya?" saya bertanya ragu. Keraguan saya semakin menjadi karena kami menuju arah yang sepi dan jalannya semakin rusak serta semakin banyak truk-truk besar, alhasil kami sukses bermandikan debu jalanan (tayamum otomatis). Saya melihat ada warung di pinggir jalan dan tanpa segan-segan lagi saya bertanya kepada Bapak penjaja warung kelontong tersebut. Ternyata benar saja, berdasarkan penuturan si Bapak warung kelontong kalau kami sudah terlewat jauh dari lokasi Gunung Munara dan benar bahwa plang tadilah lokasi Gunung Munara yang menjadi tujuan kami. Saya pun langsung tarik gas menuju lokasi yang disebutkan tadi (apeeees sob...udah mandi debu, salah arah pula). Saya membayangkan apa yang akan dikatakan oleh pemuda pemudi yang kami salip tadi, "syukurin...lo baru sampe parkiran, kita udah turun dari Gunung Munara, hahahaha" (Mereka sambil tertawa-tawa ala mak lampir).


Welcome To The Mount Munara (pake logat owner Jurassic Park)

Kami pun masuk ke jalan masuk Gunung Munara yang terbilang cukup kecil, karena melewati perkampungan warga. Dan alhamdulillah kami sampai di pintu masuk Gunung Munara. Motor kami parkirkan, tapi ternyata tidak seperti yang saya bayangkan tadi, pemuda pemudi tanggung tadi belum turun dari Gunung Munara,hihihi. Hanya dengan membayar 20rb, kami sudah bisa masuk plus sudah termasuk bayar parkir motor. Jumlah yang terbilang cukup murah untuk menikmati sensasi One Day Hiking di Gunung Munara. Sebelum kami masuk, tas kami diperiksa oleh petugas hansip berkumis yang ramah menyambut kami. Beliau berpesan agar tidak membuang sampah sembarangan dan meminta kita untuk berhati-hati di jalan (Sosok Bapak tersebut tidak sempat saya foto).

Jembatan bambu yang menandai awal pendakian 
"Bismillahirrahmanirrahim..", ucap saya dalam hati, dan kami pun mulai mendaki menuju puncak Gunung Munara. Dalam perjalanan, ternyata banyak juga yang membuka warung, dari yang berbentuk gubuk hingga bocah-bocah kecil yang hanya dengan menggelar terpal untuk menjajakan dagangan mereka. Perjalanan kami ke puncak Gunung Munara cukup melelahkan, karena baru ini saya bisa kembali hiking setelah dulu pas zaman kuliah hiking ke Papandayan. Di sela-sela perjalan kami, ada sekelompok yang lagi-lagi pemuda tanggung sedang duduk-duduk di gubuk, salah satunya berkata "Tabah Sampai Akhir", ucapnya sambil melihat kaos yang saya pakai. "Masih jauh Bang puncaknya, saya aja sampe celeng nih" ucapnya lagi dengan wajah kocaknya itu. Saya dan Oki cuma bisa senyum-senyum ngenes sambil melanjutkan perjalanan,wkwkwkw.

Yang sangat di sayangkan adalah karena banyaknya sampah yang berserakan di sana sini. Tapi memang tempat sampah yang tersedia sangat minim sekali sih ( hmmm...jadi siapa yang harus disalahkan ya). Alangkah lebih baiknya kita pribadilah yang sudah sepatutnya menjaga kebersihan dan keindahan alam (berasa guru PAUD), kalau emg gak ada tempat sampah mbok ya disimpen dulu sampahnya di tas, nanti kalau sudah ketemu tempat sampah baru dibuang sekalian tempat sampahnya,hihihi.

Tidak kurang dari 1 jam, kami pun sudah sampai di puncak Gunung Munara, di atas sini sudah ramai sekali pengunjung mulai dari anak kecil hingga pemuda pemudi tanggung hingga Bapak Ibu paruh baya (ini bapak ibu kuat juga yak naik kemari). Saya menarik nafas dalam....terbayarkan sudah perjuangan kami menuju lokasi ini, alhamdulillah...




Masih aja ada yang iseng coret-coret papan informasi (lihat paling bawah)


Lokasi Batu Pohon Beringin (kamuflase ala tokek)

Terdapat 3 lokasi batu besar yang biasa di jadikan tempat berfoto, salah satunya adalah batu yang saya panjat ini. Ada batu yang paling tinggi dan untuk naik kesana sudah disediakan tali panjat tebing. Tapi sayangnya kami tidak naik kesana dikarenakan ramai sekali antrian para pemuda pemudi tanggung yang ingin naik kesana (asli udah males duluan). Tapi dari Batu beringin ini pemandangannya sama aja kok Indahnya. See it baby...

   Perhatikan Si Muncung sedang tersenyum ^^


Berfoto bersama calon-calon pendaki masa depan 


 Inilah sahabat saya yang namanya Oki yang konon dulunya ketua Rohis ^^

Berbicara mengenai judul postingan ini, bukan karena saya ingin bertemu dengan anak gadis kuncen gunung Munara ataupun hal lain yang berkaitan tentang pasangan. Tapi, salah satu tujuan saya kesini adalah ingin mengucapkan sesuatu dan mendoakan Ibu tercinta yang pada hari Rabu tanggal 29 Juli 2015 akan bertambah umurnya. Ingin memberikan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya, dan akan menjadi kenangan yang tak terlupakan baik untuk Ibu ataupun bagi saya pribadi..I love you cause Allah SWT mom...(jadi agak terharu kan) T_T
 

 Panjang umur dan sehat selalu ya Bu, ijinkan anakmu untuk terus mendaki ^^

Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, matahari juga sedang panas-panasnya. Kami pun bergegas kembali mengingat perjalanan kami ke Bekasi masih jauuuuuuuuuuh...


 Sampai jumpa lagi Munara (kepikiran foto prawed dimari soalnya,hahaha) aamiin....

Perjalanan kami kembali ke bawah, tidak terlalu membutuhkan tenaga yang banyak, terbukti kami tidak beristirahat tu seperti perjalanan naik tadi,hihihi. Kami juga menyempatkan diri untuk makan gorengan di warung-warung kecil yang di jajakan oleh bocah setempat. Harganya juga fantastis sob, gorengan tempe kecil aja yang udah dingin dan alot harganya 1K, beli tisu kecil banget harganya 5K, tapi tak apalah gak sering-sering juga kemari (antara ikhlas dan pasrah),hehehe. Dan yang lebih kerennya, kami ketemu tukang cilok coba, ini si Abang cilok sakti mandraguna juga ya bawa dagangan beginian ke Munara, dan aroma cilok tersebut sukses menghipnotis kami untuk membelinya (jajan teroooos).


 Asli enak banget sob ciloknya (lebih ke efek laper sih sebenernya)

Buat temen-temen yang mau kesini, harap dipersiapkan fisiknya, biarpun tidak terlalu tinggi tapi tetap harus ekstra hati-hati lho. Dan yang terpenting jangan pernah membuang sampah sembarangan serta mencoret-coret apapun disana. Nikmati saja alam ini tapi jangan pernah mencorengnya dengan hal-hal yang negatif, setujuu yaaa sob....(setooojoooooo....), "cah baguuuss..."


bukti cinta ini bukan hanya untuk 1 orang,
tapi untuk semua yang mencintai alam.
nikmati dan lestarikan...

IG : wahyuu 
Line : wahyuagri