Rabu, 07 Oktober 2015

"Puncak Suroloyo, Sebuah Keresahan Yang Terobati"




Assalamu’alaikum,
Apa kabar sobat? Baru sempet posting lagi di blog ini setelah beberapa minggu berhibernasi. Nah pada postingan kali ini saya kembali menceritakan pengalaman perjalanan saya, yaah gak tau juga akan bermanfaat atau nggak, yang terpenting saya akan tetap menulis ^^ 

Bulan Agustus lalu saya mendapatkan tugas dari kantor untuk dinas di Kota Jogjakarta, gak lama sih cuma 3 hari saja yaitu dari tanggal 19 – 21 Agustus 2015. Lumayanlah melepas sejenak kepenatan di Ibu Kota, tapi disana juga sebenernya tetep penat sih karena dalam rangka kerja juga,huuft. Aaah setidaknya ada suasana barulah ya,hehehe.

Perjalanan dinas keJogja tidak saya lakoni sendirian, tapi bersama 1 orang senior saya yang kebetulan menjadi program manager. Disana akan diselenggarakan pelatihan program sinergi kemitraan BUMN. Tapi kalau di Jogja cuma dalam rangka kerja doang kayaknya kurang seru, lalu saya putuskan untuk stay di Jogja 2 hari lagi karena kebetulan acara selesai pada hari Jumat, jadi saya punya waktu Sabtu dan Minggu untuk backpackeran (yeeeeaah).

1 hari sebelum berangkat ke Jogja, saya menyempatkan browsing2 lokasi wisata alam keren di Jogja (backpacker mode on). Ada sih beberapa yang menarik, contohnya wisata Gunung Merapi, Gua Pindul, Kali Biru, Borobudur, dan masih banyak lagi yang semuanya bikin saya bingung karena saya emang belum pernah backpackeran ke Jogja,hahaha (kan katro kan). Tapi saya kan juga harus memperhatikan jarak tempuh, perbekalan baju ganti, tempat menginap, dan yang terpenting fulus,hehehe.

Akhirnya ada lokasi wisata alam di Jogja yang mengundang rasa penasaran saya dan tidak sebegitu mainstream, namanya Puncak Suroloyo. Terletak di Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh, Kulonprogo, Jogjakarta. Setelah googling di yahoo (bingungkan) mengenai lokasi ini, saya semakin penasaran, karena dari literatur yang saya baca bahwa lokasi ini mempunyai nilai sejarah yang erat kaitannya dengan keraton kesultanan Jogjakarta. Selain itu dari lokasi ini pula konon kita akan disuguhkan 4 keajaiban alam Gunung yang bisa dinikmati dalam 1 pandangan yakni Gunung Merapi, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro, dan Gunung Sumbing (amazing kan bro).

Pokoknya Puncak Suroloyo adalah lokasi yang pas untuk dikunjungi mengingat sumberdaya yang saya miliki. Kalau di narasikan dalam sebuah pribahasa bunyinya “Sekali mendayung, 2 hingga 3 pulau terlewati“, dan yang sudah saya modifikasi bunyinya menjadi “ Sekali berkunjung, 4 keajaiban alam bisa dinikmati“ ini apa sih maksain banget pribahasanya,hahaha. Tapi saya juga belum tau sih kendaraan apa yang menuju lokasi tersebut (mikir). Jarak dari kota Jogja menuju Puncak Suroloyo terbilang juga tidak terlalu jauh, hanya berkisar 2 jam perjalan. Buat saya sih gak terlalu jauh ya, soalnya dari rumah saya di Bekasi ke Jakarta aja bisa sampai 2,5 jam kalau pagi hari, jadi 2 jam masih cemenlah,hihihi. 

Sesampainya di Jogja, pelatihan pun dimulai hingga 3 hari lamanya. Selama pelatihan, saya terus kepikiran cara menuju Puncak Suroloyo, akhirnya saya langsung menghubungi teman saya ketika dulu Mahasiswa masih sama-sama di Organisasi Pertanian Mahasiwa tingkat Nasional. Dan Alhamdulillah dia punya waktu untuk mengantar saya ke Puncak Suroloyo, mengingat orang yang satu ini super sibuk, saking sibuknya sampai2 lupa sama rumahnya sendiri,hihihi, dan kebetulan sebagai pemuda Jogja dia juga belum pernah ke Suroloyo (saking sibuk katanya). Nama pemuda tanggung ini adalah Uun, nama yang singkat, padat, jelas, dan ngirit kan,hahaha.

Akhirnya hari backpackeran saya pun tiba, saya bertemu dengan Uun di hotel tempat saya menginap selama tiga hari. Selama tiga hari di hotel, saya seperti di karantina. Ahhhh…rindu rasanya lidah ini dengan indomie rebus plus telur dan teh manis hangat. Saya menunggu Uun di lobby hotel, dan sosok pemuda ini pun akhirnya tiba dengan style yang dari dulu tidak pernah berubah dengan badan kurusnya, sederhana tapi metal, nah gimana itu ya?hihihi. Kangen juga dengan anak ini, karena sudah 6 tahun kami tidak berjumpa, komunikasi selama ini hanya lewat sosmed. Sebelum berangkat, kami sempatkan mengobrol ngalor ngidul mengenai aktifitas kami, karena waktu masih pukul 10, jadi saya masih punya waktu 2 jam sebelum benar2 keluar dari hotel tersebut (mayan sekalian ngadem).    

1 jam lamanya kami mengobrol, akhirnya kamipun siap2 berangkat. “Numpak opo nang Suroloyo Un?”, Tanya saya kepadanya, ya kami sering berkomunikasi dengan bahasa jawa, walaupun saya agak kaku lidah ketika berkomunikasi dengan bahasa jawa, tapi saya sok cool aja deh,hihihi. Sebagai pemuda dari Jawa Tengah, saya harus melestarikan bahasa jawa biarpun terkadang di mix dengan bahasa Indonesia. “ Wes numpak motorku wae lah, tapi ayo nggolek mangan ndisek yo nang UGM “, jawabnya. “ yowes aku manut koe wae “ (btw ngerti kan ya artinya),hihihi.

Kamipun menuju kantin UGM tempat dimana Uun “PUAS” mengenyam pendidikan,hihihihi. Menu siang itu saya memesan sate jamur dan es campur, karena siang itu cuaca cukup terik. Selesai makan, kamipun bergegas berangkat, Suroloyo…wait us!! Dalam perjalanan kami juga tetap bercerita tentang pengalaman2 kami selama ini dan tentunya tentang percintaan kami, bukan tentang percintaan saya dan Uun lho ya, hiiiiiiii….amit2.

Perjalanan menuju Suroloyo barulah mulai memasuki Jogjakarta pinggiran, saya disuguhkan pemandangan yang menyejukkan mata, persawahan, ladang, sungai, ahhhh…semuanya kereeeen, dalam hati saya berkata ini Jogja yang saya cari, sebuah kearifan lokal alam yang harus tetap lestari. Setelah 1 jam perjalanan kamipun berhenti di salah satu masjid untuk sholat Dhuzur sekaligus kami bertanya kepada warga sekitar lokasi Puncak Suroloyo. Setelah sholat dan mendapatkan informasi yang cukup jelas, kami kembali melanjutkan perjalanan. “ Arep gentenan pora Un, koe capek gak ? “, saya menawarkan kepada Uun agar gantian mengendarai motornya. “ Wes gak usah, aku wae, mengko koe mulihe wae yo “, jawabnya. “ Sip..yuuuk wes mangkat “.

Seingat saya, hanya ada 1 penunjuk arah yang menunjukkan lokasi Puncak Suroloyo dari jalan utama, namun dari jalan utama tidak ada plang yang menunjukkan arah ke lokasi, kami hanya mengandalkan informasi dari warga yang kami tanyai tadi. Dari jalan utama masih harus masuk lagi ke perkampungan warga dan jalannya tidak terlalu besar, bahkan jika ada 2 mobil yang berpapasan di jalan tersebut harus ada yang mengalah. Kamipun sempat ragu apakah benar ini jalannya atau bukan, kamipun kembali bertanya kepada warga yang kebetulan lewat, dan ternyata memang benar inilah jalan menuju Puncak Suroloyo, Alhamdulillah…lanjut Mas Bro.




Perjalanan ke lokasi harus ekstra hati-hati, karena jika meleng sedikit saja tebing-tebing curam bisa jadi area landing, jangan sampelah ya, bismillah. Beberapa saat kemudian, hamparan bukit-bukit nan hijau mulai tampak dan sudah jarang rumah penduduk. Saya kebelet pengen buang air kecil dan akhirnya kami menemukan warung, yang membuat menarik dibelakang warung ini terdapat bukit batu yang cukup tinggi dan ada tulisan di papan dengan ukuran sedang “Lokasi Pendakian Gunung Kendil“. Kamipun mencari informasi terkait bukit batu tersebut kepada pemilik warung, beliau bilang gunung kendil ini adalah puncak tertinggi dibanding Puncak Suroloyo.

Karena penasaran, saya dan Uun sepakat untuk naik ke Gunung kendil. Namun sebelumnya saya harus buang air kecil, namun sayangnya sang pemilik warung tidak mengijinkan saya untuk buang air kecil di kamar mandinya, mengingat sulitnya mendapatkan air dilokasi tersebut. Terpaksa saya tahan dulu saja dan menyelesaikannya entah dimana. Uun menitipkan motornya di warung tersebut dan kami mulai mendaki Gunung Kendil. Permukannya cukup curam dengan tanah berdebu dan berpasirnya. Harus berhati-hati menandakinya, karena tidak ada pegangan apa2, selain itu saya meminta Uun untuk jalan terlebih dahulu karena debu2 tanah yang beterbangan setelah dilewati Uun, sayapun menyempatkan buang air kecil di semak2 saja karena sudah tidak tahan lagi (Uun bilang, jika sudah di alam, kita harus ikhlas dan nerima saja kondisinya, intinya mau kencing atau pup ya monggo),hihihi.


Mendaki Gunung Kendil

Mendaki Gunung Kendil tidak membutuhkan waktu yang lama, hanya sekitar 30 menitan bahkan kurang dari itu kami sudah tiba di puncak. Sesampainya di puncak Gunung Kendil, saya langsung teringat dengan ayat dalam surat Ar-Rahman “Nikmat Tuhanmu Mana Lagi Yang Kamu Dustakan”. MasyaAllah indah banget pemandangan dari sini kawan, ternyata benar apa yang dibilang oleh Ibu pemilik warung kalau Gunung Kendil adalah lokasi tertinggi dibanding Puncak Suroloyo, dari atas sini saya bisa melihat Puncak Suroloyo yang ditandai dengan adanya pos pantau, dan kalau ditarik garis lurus ternyata Gunung Kendil memang lebih tinggi.


 Pada arah jam 12 terlihat pos pengamatan Puncak Suroloyo




Di atas Puncak Gunung Kendil, saya dan Uun duduk menikmati pemandangan siang hari yang cukup terik, namun hal itu tidak membuat saya ingin buru2 untuk turun. Oya puncak Gunung Kendil tidak luas, kemungkinan hanya berdiameter 5 m, dan kebetulan sedang tidak banyak pengunjung yang mendaki lokasi ini, namun ternyata ada anak-anak kecil yang berjumlah 5 orang naik juga ke puncak Kendil. Mereka bermain-main di atas sini tapi mereka malu-malu saat saya ajak ngobrol (bukan malu sepertinya, tapi mereka bingung mau jawab apa, lha wong saya nanya pake bahasa Indonesia),hihihi. Mereka membuat pesawat-pesawatan dari kertas dan menerbangkannya dari Puncak Gunung Kendil, sekilas saya teringat masa kecil saya…hmmmm setidaknya masa kecil saya masih ada permainan2 klasik seperti yang dimainkan bocah2 tersebut.




 Pemandangan dari atas Gunung Kendil

Inilah sosok pemuda legendaris bernama Uun (ada yang berminat menjadi makmumnya) ^^
 

Setelah hampir 1 jam berada di puncak Gunung Kendil, akhirnya kamipun turun dan melanjutkan tujuan kami ke Puncak Suroloyo yang letaknya tidak jauh lagi. 5 menit perjalanan dari Gunung Kendil, akhirnya sampai juga kami di lokasi yang menjadi tujuan kami. Di pintu masuk Puncak Suroloyo kami disambut dengan 4 patung besar punokawan. Pada saat kami tiba, lokasi ini terbilang sepi pengunjung, terlihat dari kendaraan yang terparkir bisa dihitung dengan jari. Tapi entah kenapa ada perasaan yang aneh ketika saya sampai di lokasi ini, entahlah…


 4 patung Punokawan


Menuju puncak Suroloyo tidak ada tiket masuk alias gratis, paling hanya membayar biaya parkir saja. Saya dan Uun langsung menuju tangga pendakian Puncak Suroloyo. Ketika Menaiki tangga menuju Puncak Suroloyo, ingin rasanya saya menghitung anak tangganya, tapi saya baru ingat ketika saya sudah sampai di pertengahan,hihihi. Namun rasa kesal dan geram saya rasakan ketika banyak sekali corat coretan di tangga dari tangan-tangan alay F**K!! Hal ini dikarenakan minimnya pengawasan dari pihak pengelola dan tidak adanya peringatan yang dipasang agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang, huuufft...




    Coretan di tangga menuju Puncak Suroloyo

Sesampainya di puncak Suroloyo kembali saya merasa kecewa, banyak sekali coret-coretan dan terlihat seperti tempat yang tidak terurus. Di atas sini hanya ada beberapa pemuda tanggung sedang selfie2 (hiiii...geli) dan pasangan yang sedang pacaran (Foto tidak saya tayangkan demi kenyamanan pembaca ^^). Saya dan Uun malah bingung mau apa di atas sini. Pemandangan pada saat itu tertutup kabut, sehingga 4 keajaiban alam yang sudah saya nanti-nantikan dari Jakarta sama sekali tidak terlihat dari atas sini (semakin bete). Saya hanya menggerutu saja tapi tetap berusaha menikmati setiap keindahan yang bisa saya lihat dari atas sini. 


 Kondisi Puncak Suruloyo


 Ceritanya lagi bete, huuuh...



 Sebuah Patung Arca yang masih terjaga (belum di coret2 alay)


 Gundukan Bukit paling kanan adalah Puncak Gunung Kendil


Berbeda ketika di Gunung Kendil, di Puncak Suroloyo saya malah ingin buru-buru turun. Mungkin inikah perasaan yang membuat saya tidak enak tadi. Akhirnya kami kembali turun dan kami bertemu dengan 7 orang pemuda pemuda tanggung yang baru akan naik. Ternyata mereka adalah Mahasiswa dari BEKASI yang kebetulan sedang berlibur ke Jogjakarta. 

"Mas puncaknya masih jauh gak? ", tanya salah seorang dari mereka kepada saya.
"Nggak kok, paling 10 menitan lagi sampe ke atas, tapi lagi kabut jadi gak bisa ngeliat pemandangan", jawab saya sambil sedikit curhat,hihihihi.
"Waduuh yaaah sayang2 banget udah jauh2 kesini mas". kata seorang lagi.
"Gak apa2 naik aja dulu, biar gak penasaran", saya meyakinkan. "Emang asalnya dari mana?", tanya saya. 
"Bekasi Mas, mas dari mana?", jawab mereka serempak.
"Beeeuh lah sama kita dari Bekasi juga (logat Bekasi saya keluarkan)",hahaha.
"Waahhh kebetulan banget, mas nanti ke jogja kotanya bareng ya, kami gak tau jalan, tadi juga kesini sewa motor mas", pinta mereka.
"Oke kita tunggu di bawah ya", jawab Uun.

Sesampainya di bawah, saya dan Uun beristirahat di warung kopi dekat parkiran. Uun membeli secangkir kopi yang konon khas Suroloyo, sementara saya menikmati secangkir teh dan pop mie hangat, ahhh nikmatnya menikmati sajian sederhana ini menjelang senja. Akhirnya sekelompok 7 manusia harimau tadi sudah turun dan menghampiri kami. Ngobrol2 sebentar dan kami lanjutkan perjalanan pulang ke Jogja kota. Mengingat jalan yang minim penerangan, maka kami putuskan berangkat sebelum gelap. Kali ini saya yang mengendarai motor dan baru kali ini saya menikmati sensasi berkendara motor di kota ini (kembali katro).

Perjalanan saya ke Puncak Suroloyo bisa dibilang bukanlah waktu yang pas, karena pemadangan keren dari atas Puncak sulit untuk ditemukan jika di musim kemarau. Lain hal jika musim penghujan, pemandangan akan terlihat bagus dan ke 4 keajaiban alam tersebut dapat terlihat dengan jelas, bahkan Candi Borobudurpun juga akan terlihat, itulah yang dikatakan tukang parkir bersahaja yang tidak mau diberikan uang parkir lebih tersebut.

Paling tidak, kekecewaan saya di Puncak Suroloyo terobati dengan pemandangan dari Gunung Kendil yang masih alami, belum ada coret-coretan dari alay2 tidak bertanggungjawab. Saya sangat berharap semoga Puncak Suroloyo lebih diperhatikan serta ditingkatkan dari segi kebersihan, kenyamanan, dan pengawasannya. Bukan hanya untuk pengelola, tapi untuk kita semua yang memiliki visi misi yang sama dalam melestarikan alam dan cagar budaya. 

Untuk siapapun anda yang membaca postingan ini, mudah2an anda bukan termasuk orang yang suka corat coret di lokasi wisata alam manapun. Namun jika iya, maka sadar dan bertobatlah ...^^

Terima kasih sobat